Selasa, 26 Juni 2007

Ponsel



Pagi itu aku sudah sampai di depan rumah kos. Bu Titik, pemilik kos memberi sedikit penjelasan mengenai kamar baruku.
“Kosnya gede ya bu. Deket lagi sama sekolahan. Kok nggak ada yang nyoba nginep sini, ya?”
“Sebenarnya udah ada yang kos duluan di sini. Namanya si Taufik. Anaknya baik, lho. Ganteng lagi. Tapi…”
“Kenapa, bu?”
“Minggu kemarin dia kecelakaan. Udah…”
“Ooh.” aku mengangguk pelan
Hening sejenak.
“Oh ya. Ini kuncinya. Silakan dinikmati kamarnya, ya!” Bu Titik memecah sunyi. “Ibu mau masak dulu.”
Bu Titik keluar dari kamar.
Kalau saja benda itu tidak ikut tersapu dari kolong kasur, ceritanya bakal lain.
Sebuah ponsel!
Aku berjongkok untuk memungutnya. Ponsel bagus. Merk-nya Nokia, entah seri berapa. Ponsel itu dimatikan. Mungkin ini punya si Taufik yang diceritakan Bu Titik. Ketika kuhidupkan, aku baru thu kalau itu adalah ponsel berwarna, lebih bagus dari ponsel hitam-putihku yang hilang bulan lalu. Di layar ponsel itu terpampang foto seorang lelaki seumuranku. Ia memakai kacamata. Mungkin itu foto si Taufik.
Seketika terpampang pula peringatan: 8 panggilan tak terjawab. Setelah kuperiksa, ternyata dari seseorang bernama ‘nirina_princess’. Mungkin pacarnya.
Beberapa kemudian aku sudah hanyut dalam kegiatan mengutak-atik ponsel itu. Fiturnya memang lebih lengkap daripada ponselku dulu. Ada kamera, berbagai game, dan masih banyak lagi. Juga tentu saja fitur utama: telepon.
Ternyata justru fitur utama ini yang jadi masalah. Aku sudah berencana memberikan ponsel itu pada Bu Titik besok pagi, tetapi masalah muncul lebih awal.
Aku sangat letih setelah beres-beres kamar, karena itu aku tidur lebih awal.Aku sudah terlelap selama sekitar sepuluh menit, ketika suara lagu Peterpan yang sayup terdengar entah dari mana. Ternyata itu suara ponsel tadi. Aku memang tidak biasa membedakan suara radio dari tetangga dengan suara nada dering ponsel. Di layar ponsel terpampang: nirina_princess memanggil.
“Halo?” jawabku dengan suara parau karena kantuk.
“Halo. Taufik! Kok kamu dari kemarin aku telpon nggak diangkat-angkat sih? Aku kan jadi bingung. Mana nggak online juga lagi di mIRC!” cerocos seorang perempuan di seberang sana.
“Iya, iya.Tapi…”
“Kamu sakit, ya? Suara kamu kok berubah gitu sih?”
Aku tak tahu harus bilang apa. Aku takut membuatnya shock bila kuberitahu yang sebenarnya. Sepertinya ia dalam keadaan senang karena mengira pacarnya masih ada dan telah menjawab telepon setelah 8 panggilan tak terjawab itu.
“Halo?”
“Oh, ya, ya. Aku… uhuk uhuk…lagi batuk payah, nih!”
“Bilang dong kalo sakit। Minimal SMS lah। Oh, iya. Aku udah pindah ke Bandung, lho. Kos kita emang jauh,sih.cuma kita kan satu sekolah, sama-sama SMA III!”
“Eh, iya, iya.” Kalau sudah begini aku cuma bisa iya-iya saja.
“Ya udah. Besok aja aku telpon lagi. Kamu istirahat, ya? Banyak minum!”
nirina_princess terputus.
Besok dia telpon lagi?
Dia telepon lagi!
Pagi-pagi sekali lagu Peterpan itu terdengar lagi. Dengan mata setengah terbuka aku meraba-raba ponsel itu di meja kecil di samping kasur. Tetapi, ketika aku berhasil menggapainya, lagu itu berhenti. Kuperiksa, benar ternyata dugaanku. nirina_princess itu.
Kulihat jam. Masih jam enam! Kalau begini terus, jadwal tidur pagiku selama liburan hilang, deh…
Kupandangi ponsel itu. Sepertinya aku memang harus menelpon balik dan memberitahukan semua kesalahan ini. Lebih cepat lebih baik. Tetapi, belum sempat kutekan apa-apa, tiba-tiba ponsel itu berbunyi lagi. Tapi bunyinya lain. Khas SMS. Ternyata benar SMS.
Km msh skt ya. Klo gtu aq besuk km ya? Tngg sj d kos.km. aq tau koq almtx!
Sial! Dia mau datang ke sini! Tapi tidak apa-apa. Biar masalah ini cepat selesai.
Aku segera merapikan diri. Mandi, sikat gigi, pokoknya bersih. Setelah ini aku akan membereskan ruang depan yang masih berantakan…
Suara ketukan!
“Taufik! Ini aku, Rina Princess-mu!”
“Tunggu!” teriakku dari kamar mandi. Aku segera kumur-kumur lalu memakai baju.
“Kamu… teman sekosnya Taufik, ya?” tampaknya ia heran saat aku membukakan pintu untuknya.
“Bukan.” Jawabku tegas. Kali ini aku tidak mau memperpanjang masalah.
“Si Taufik di dalam,ya?” tampaknya ia belum mengerti maksudku
“Silahkan masuk dulu.” Aku mengalihkan perhatian. Setelah ia duduk, aku ke dalam.
“Aku ambilin minum, ya?”
“Oh, nggak usah. Aku nggak lama, kok,” katanya, tapi aku tidak mendengarkan.
“Kamu mencari Taufik?”
“Lha, iya. Kan udah aku bilang.”
“Oh, ya. Kamu udah bilang…” Aku semakin gugup. Bagaimana cara menyampaikannya?
Aku menarik napas dalam-dalam. Kemudian menghembuskannya.
“Aku Hendra.” Aku memulai dengan menyodorkan tanganku padanya. Ia membalas dengan enggan.
“Aku Nirina,” katanya cepat. “Aku bisa ketemu Taufik, nggak?”
“Begini, ya.” Aku betul-betul nervous. Mana ceweknya cantik lagi…”Taufik tidak tinggal di sini lagi.”
“Maksudnya, pindah kos? Kok nggak pernah kasih tahu?”
“Dia sudah meninggal Minggu kemarin karena kecelakaan.”
Dilihat dari mukanya, ia tidak menanggapi perkataanku dengan serius.
“Kamu becanda, kan? Ayolah, semalam aku nelpon dia.” Nirina tersenyum sinis.
“Itu aku yang sambut.”
"Bohong!” katanya keras, tetapi tampak ia mulai bingung. Aku mencoba meyakinkannya. Kutunjukkan ponsel itu.
“Beraninya kamu curi HP Taufik!” bentaknya sambil merampas ponsel itu dari tanganku. “kamu dapat dari mana?”
“Tertinggal di kamar ini. Lihatlah, dia tak ada di sini! Kalau tidak percaya kamu boleh tanya Bu Titik!”
Ia masuk ke kamarku dan kembali ke depan.” Aku tanyaBu Titik!” bentaknya lalu keluar. Aku sedih juga melihatnya. Pasti dia shock berat. Aku pun mengikutinya.
“Apa?” kulihat ia terpaku ketika mendengar penjelasan Bu Titik. “Ibu pasti bohong! Bohooong!” Ia menangis kencang, lalu menoleh ke arahku. “Kamu juga bohong, kan? Ya, kan?”
“Dengar. Ini… ini memang susah buat kamu, tapi…”
” Kamu bohong! Bohong! Bohong!” ia memukuliku sampai ia puas, lalu tiba-tiba ia bersandar di dadaku.
“Aku pindah sekolah karena dia…aku tinggal di kos juga karena dia…” sesalnya. Aku tidak tahu harus bagaimana. Akupun melakukan hal yang sering kulihat di TV: membelai rambutnya hingga ia tenang.
Ponsel itu kini masih ada padaku. Nirina tak mau menyimpannya. Bu Titik memperbolehkan aku menyimpan ponsel Taufik sampai keluarganya datang mengambil seluruh barang-barangnya.
“Halo?” kujawab ponsel itu setelah mengalunkan lagu Peterpan beberapa detik.
“Kamu sibuk nggak?” suara Nirina di seberang sana.
“Kamu tahu kalau aku Hendra, kan?”
“Aku tahu. Aku Tanya nih. Kamu sibuk nggak?”
“Nggak. Emangnya kenapa?”
“Makan malam yuk!”
Salah satu fitur ponsel: awal PDKT!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar